Surat Cinta Biru Muda

Disini. Ya. Disini. Di kantor pos. Kantor pos yang tak lagi ramai dengan surat-suratmu untuk sang kekasih, katamu diamplop surat yang sengaja ku lihat karena tidak mungkin aku mengabaikan sebaris tulisan yang terang-terang terekspose disampul amplop surat yang kau kirimkan dan yang akan ku kelola. Tiap minggu.

3 bulan lalu, terakhir kau kesini untuk membeli perangko dan tak lupa mengirim surat sejenis dengan alamat yang tak beda. Sejak saat itu aku tak lagi merasakan sehela nafasmu disini. Keberadaan ragamu disini. Tak juga amplop-amplop surat untuk sang kekasih. Apa kau sudah putus? Entahlah.

aku hanya bekerja dibagian sortir, aku penyortir yang tugasnya hanya mengelompokkan, mengurutkan surat-surat yang akan dikirim oleh tukang pos kau menyebutnya. Begitupun denganku. Aku juga menyebutnya tukang pos. Sama saja.

Andai saja aku yang menjadi tukang pos itu. Pasti aku akan tahu rumah sang kekasih yang sering kau kirimi surat. Tahu dimana kau sering melampirkan tulisanmu. Tahu kemana harus ku sampaikan surat cinta ini. Ya, surat cinta. Tahu bagaimana menyampaikan kepada sang kekasih bahwa kau benar-benar mencintainya. Cinta yang tak muluk. Dengan surat tulus yang tidak pernah tandus sebelum 3 bulan lalu. Seandainya aku tahu. Sayangnya tidak. Atau boleh aku mengetahiunya?

Aku ingat pertama kali kau menggunakan jasa kantor pos ini. Itu 2 tahun yang lalu. Tepat pertama kalinya aku bekerja di kantor pos dan suratmulah yang pertama aku layani. Selalu beramplop biru muda. Tapi tetaplah itu surat cinta. Dan untuk sang kekasih. Tidak kau sebutkan nama terang, selalu untuk sang kekasih . Bukan yang lain.

Suratmu terlihat paling pribadi dibanding surat-surat yang aku sortir. Yang jelas membedakan adalah dari amplop yang tidak berwarna coklat bungkus semen bangunan yang biasa digunakan instansi-intansi untuk suratnya. Hanya kau yang masih setia mengirimkan surat cinta untuk sang kekasih. Yang lain hanya surat resmi dan dinas yang setia dengan formalitasnya. Itu yang selalu ku ingat. Kesetiaanmu. Kesetiaan dengan kantor pos, kesetiaan dengan amplop biru muda, kesetiaan dengan sang kekasih.

Dimana kau sekarang wahai pengirim surat untuk sang kekasih? dimana sekarang kau kirimkan surat cinta warna biru muda itu? Sudahkah pindah alamat? Tidak. Kau masih setia bukan? Berkunjunglah kesini tiap seminggu, seperti dulu. Supaya aku tetap bisa merasakan kesetiaanmu.

***

“ alhamdulillah “ kelegaanku terasa berbaur dengan kesetiaanmu. Hari ini kau kembali mengirimkan surat cinta. Setelah sekian lama vakum dari kesetiaan yang aku deskripsikan.

Tidak terlihat kesetiaan itu pudar dari seraut wajah yang kau pasang hari ini. Walaupun sempat samar selama 3 bulan. Meragukan kesetiaan. Dan hari inilah kau buktikan lagi kesetiaan yang sempat aku sangsikan. “ masih menerima surat cinta warna biru muda kan? “ pertanyaannya seolah mempertegas ketiadaannya selama ini. “ masih kok, masih banget mbak. Lama nggak ngirim surat? Putus ya? “ godaanku ditanggapinya dengan tertawa renyah. Dan kami tertawa bersama. Seakan saling kenal dan menganggap ini adalah lelucon.

Tidak ada niatanku untuk mengorek urusan pribadinya dengan sang kekasih. Tidak ada niat untuk menanyakan kekosongannya selama 3 bulan lalu. Aku hanya ingin tetap menikmati kesetiaannya dengan sang kekasih. Kesetiaan yang berkecukupan menurutku.

Sesekali aku sempat berpikir betapa beruntungnya sang kekasih itu. Betapa dia bisa sangat menikmati kesetiaan gadis pengirim surat cinta biru muda. Jangankan sang kekasih, aku saja yang hanya menikmati amplop biru muda sudah sangat menikmati betapa kesetiaan yang tak kunjung lekang justru semakin matang. Beruntung sekali kau sang kekasih. Betapa hidupmu sangat berkecukupan dengan kesetiaan-kesetiaan yang dia sampaikan. Dan betapa tak sanggupnya aku melukiskan kesetiaanmu pengirim setia, surat cinta biru muda.

Tidak Beruntungnya, suatu hari salah seorang tukang pos yang kebetulan sering mengirim surat cinta biru muda sedang tidak masuk dengan alasan anaknya opname di Rumah sakit. Disini aku mempunyai kesempatan menggantikan tugas mengantarkan surat cinta yang memang sudah lama aku impikan, penuturanku sedikit berlebihan untuk sekedar tugas antar mengantar surat. Tapi itulah kenyataannya. Moment ini sangat sakral bagiku. Tidak akan datang berkali-kali. Satu kalipun jarang.

Perumahan umum ‘Serasi ’ no.16 B, Jalan Kusuma Bangsa, Surabaya. Itulah alamat yang harus kutuju. Alamat surat cinta biru muda harus kuberikan. Alamat sang kekasih. Tepat sekali. Sebentar lagi aku akan menemukan orang beruntung yang berkecukupan kesetiaan itu. Disini.

“ permisi “ bersamaan dengan ketukan pintu yang berfrekuensi sedang. Supaya tidak terkesan brutal seperti hendak merampok. Aku harus menemui pemilik rumah secara langsung. Bukan hanya karena ingin bertemu dengan sang kekasih, melainkan pemilik rumah juga tak mempunyai kotak surat yang biasa dipasang diluar rumah.

“ ooh..surat yang biasanya kan? “ seorang ibu paruh baya usia kira-kira 39 tahun dengan wajah ramah dan sepertinya sudah terbiasa menerima surat-surat seperti ini membukakan pintu, menyadari kedatanganku.

“ iya bu, pak pos yang biasa mengantar sedang tidak masuk, jadi saya yang mengantar“ tak mau membuang waktu aku melanjutkan penuturanku. “ ini surat kalau boleh tahu untuk siapa ya bu? “

“ ini untuk anak saya, tiap minggu sekali surat kaya gini diantar kesini tanpa nama pengirim. Tapi kata anak saya ini memang surat untuknya. Sengaja si pengirim tidak mencantumkan alamat jelas, supaya terkesan misterius katanya. Saya juga kurang tahu“

“ eemm...boleh saya bertemu dengan anak ibu !”

“ oo.. silakan, saya panggil dulu. Silakan duduk “

Tak lama kemudian seorang gadis muncul dari balik pintu menuju ketempatku duduk, diteras rumah. Aku kaget. Tidak hanya aku. Dia juga terlihat kaget dengan kedatanganku.

Ternyata gadis itu adalah gadis pengirim surat cinta biru muda. Gadis pengirim kesetiaan berkecukupan. Gadis yang 3 bulan lalu sempat vakum dari kesetiaannya. Dan ternyata aku yang mengantar surat kali ini, kagetnya. Dan sang kekasih? tanyaku yang terus mengalir membanjiri pikiranku.

“ kau gadis surat cinta ? kau sang kekasih? kau.... “

“ iya aku gadis surat cinta biru muda, tapi bukan sang kekasih

“ maksudmu? “

“ kau baca saja surat ini dan kau akan tahu “

Aku baca surat yang ternyata banyak teka-taki seorang gadis penabur kesetiaan itu. Satu persatu. Dia mengambil semua surat-surat yang pernah dia kirim dan menyuruhku membacanya. Tanpa alasan sebelumnya. Dan aku membacanya.

Inilah penggalan surat terakhir yang mengantarkanku sampai disini, mengantarku pada ketidakpercayaan, mengantarkanku pada kenyataan tentang kesetiaan. Kesetiaan terhadap permohonan.

“ Tuhan
....... Aku tidak tahu sampai kapan Kau akan mempertemukanku dengan sang kekasih yang aku minta. Maafkan aku yang sempat aku tak yakin dengan permohonanku sendiri selama 3 bulan. Tapi, pernahkah terpikir olehMu untuk memperlihatkan sesosok keindahan yang rapat, sangat rapat kepadaku.

Oiya Tuhan, aku pernah melihat keindahan itu. Samar tapi nyata, kadang terlintas sebentar, buram dan kabur. Aku tak yakin dia. Tapi aku berharap dialah sang kekasih.............. “

Tidak pernah ku perkirakan sebelumnya, ternyata surat itu berisi permohonan-permohonannya kepada Tuhan untuk mempertemukannya dengan laki-laki yang nanti akan menjadi jodohnya. Sang kekasih lagi-lagi dia menyebutnya begitu.

“ kau sudah mengerti sekarang ? “

“ iya, aku mengerti. Dan apakah Tuhan sudah mengabulkan permohonanmu?“

“ sudah “

“ lantas, untuk apa kau terus mengirim surat-surat ini? ”

“ baru sekarang, baru sekarang ini Tuhan menunjukkan siapa sang kekasih yang aku minta “

“ siapa? “

“ orang yang selalu menikmati amplop biru muda untuk sang kekasih, orang yang selalu menikmati kesetiaanku, dan orang sempat menanti dan meragukan kesetiaanku selama 3 bulan “

3 uneg - uneg:

Bang Rahendra mengatakan...

Alurnya bagus.Tapi penokohannya masih berasa kurang. Dari awal pembaca harus nebak, sebenernya si pengirim surat itu cewe apa cowo?.Dan kalo boleh saran, dalam menulis cerita. Apapun itu, coba masukan unsur humor. Teerserah, humor satire, sindiran, apapun. Yang penting bisa bikin pembaca tersenyum. Overall, ceritanya bagus. BGT malah.

R. R. Febrina Dyah mengatakan...

karena ini saya buat mirip kuis,jadi yaa situh musti nebak2...
#ngeLes part1

Nastiti Bagusatmaja mengatakan...

Kayak keingat fiLm "Dear John"
Gud2...^^

Posting Komentar