Malam Minggu (Siluet Keramahan)

Saat semua orang tidak ada habisnya menikmati keramahan (entah keramaian) malam minggu aku justru mulai terbiasa dengan adanya ketiadaan sabtu malam dan mulai mengarah seperti kebanyakan orang yang bergaul dengan malam minggu. Malam minggu yang semula aku pikir akan hening seterusnya.

Beberapa bulan terakhir ini aku tidak memilih mengucapkan sabtu malam sebab ada keramahan yang tiba-tiba menggiringku masuk kedalam malam minggu. Juga hari minggu. Keramahan itu sering mengajakku menikmati malam minggu hingga aku sering memikirkan ketiadaan sabtu malam yang dulu sangat dekat denganku dan sekarang sedikit aku tinggalkan.

Kadang hari minggu pun mulai mengirimkan keramahan, keramahan yang dulu aku rasa sangat jauh sebab siluetnya pun belum sempat aku intip.

Kali ini lain, bukan lagi siluet melainkan tiupan roh keramahan bercampur dengan udara yang aku hirup tiap hari. Dan itu sangat dekat. Aku mulai merasakan kedekatan itu.

Aku tidak bermaksud menceritakan semakin dekatnya keramahan itu padaku saat ini. Justru aku mulai ragu dengan keramahan yang beberapa bulan terakhir ini mendekat. Minggu ini aku mulai teringat dengan sabtu malam yang sangat setia. Dia tidak pernah ramah padaku, dan itu indikasi bahwa dia tidak (mungkin) membuatku lebih menyedihkan dibanding keramahan yang sangat baik dan menusuk.

Malam ini aku menjenguk sabtu malam yang dulu, sebab keramahan malam minggu mulai meragukan.