TUJUAN
PENCIPTAAN MANUSIA
I.
PEMBAHASAN
·
HAKEKAT MANUSIA MENURUT
ISLAM
Manusia
diciptakan ALLAH SWT berasal dari saripati tanah, lalu menjadi nuftah, alaqah
dan mudqah sehingga menjadi makhluk yang paling sempurna yang memiliki berbagai
kemampuan. Oleh karena itu, menusia wajib bersyukur atas karunia yang telah
diberikan ALLAH SWT.
Al-Quran
menerangkan bahwa manusia berasal dari tanah dengan mempergunakan
bermacam-macam unsur kimiawi yang terdapat dari tanah. Ayat-ayat yang
menyebutkan bahwa manusia diciptakan dari tanah umumnya dipahami secara
lahiriah. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa manusia benar-benar dari tanah,
dengan asumsi karena Tuhan berkuasa, maka segala sesuatu dapat terjadi.
Ayat-ayat yang
menerangkan bahwa manusia diciptakan dari tanah, tidak berarti bahwa semua
unsur kimia yang ada dalam tanah ikut mengalami reaksi kimia. Oleh karena itu,
bahan-bahan pembuat manusia disebut dalam Al-Qur’an hanya merupakan petunjuk
manusia dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu ammonia, humus dan
air yang terdapat pada tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi.
Yang perlu
diingat sekarang adalah bahwa manusia oleh ALLAH diharapkan menjadi khalifah.
Status manusia sebagai khalifah, dinyatakan dalam Al-Baqoroh ayat 30:
ۄَٳِدَقََََََنَلَََََََرﺐُﻚَﻠِﻠََََْﻌٮٲٰﮒﺔِﺇنِِّٮﺠَـاِﻋِلۥﻔِـﮟفِٮۢ۱ۢۢۢۢﻻﺭِْضﺨَلـيـﻔََﮫً
“Seesunggugnya
Aku hendak menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi”…. (Al-Baqoroh, 2: 30 )
Kata khalifah
berasal dari kata khalafa yakhliful khilafatun atau khilafatan yang berarti
meneruskan. Kebanyakan umat islam menerjemahakan dengan pemimpin atau
pengganti.
Perlu diingat
bahwa istilah khalifah pernah dimunculkan Abu Bakar pada waktu dipercaya untuk
memimpin umat muslim. Pada waktu itu, beliau menucapakan “ inni khalifaurrasulillah”
yang berarti: aku adalah pelanjut sunnah Rosulilah. Dalam pidatonya setelah
diangakat oleh umat islam, Abu Bakar antara lain menyatakan: “ selama saya
mentaati Allah, maka ikutilah saya, tetapi apabila saya menyimpang, maka
luruskanlah saya”. Jika demikian pengertian halifah, maka tidak setiap manusia
mampu menerima atau melaksanakan kehalifahannya. Hal itu kerena menyatakan
menunjukkan bahwa tidak semua orang mau memilih ajaran Allah.
Dalam
penciptaanya, manusia dibekali beberapa unsur sebagai kelengkapan dalam
menunjang tugasnya. Unsur-unsur tersebut adalah: jasad (Al-Anbiya’.8,
shad: 34); ruh (Al-Tujr 29, As sajadun 9, Al-Anbiya’91 dll); Nafs
(Al-Baqoroh 48…); aqal (Al-Baqoroh 76); Qolb (Ali Imran 159).
Jasad adalah bentuk lahiriah manusia, ruh adalah daya hidup, nafs adalah jiwa,
aqal adalah daya fikir dan Qolb adalah daya rasa. Disamping itu manusia
disertai dengan sifat-sifat negative seperti lemah, suka berkeluh kesah, suka
berbuat zalim dan ingkar, suka membantah, suka melampaui batas, suka terburu
nafsu dsb. Hal ini semua merupakan produk dari Nafs, sedang yang dapat
mengendalikan kecenderungan negative adalah aqal dan qolb. Kecenderungan dsb
belum sepenuhnya dapat terkendali, karena subyektif. Yang dapat mengendalikan
adalah wahyu, yaitu ilmu yang obyektif dari Allah.
·
KARAKTERISTIK MANUSIA
Pembahasan
diatas menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang sangat
berbeda dengan makhluk-makhluk lainnya di alam semesta.
*Diantara
karakteristik manusia:*
a. Aspek
kreasi
Apapun yang ada
pada tubuh manusia sudah dirakit dalam suatu tatanan yang terbaik dan sempurna.
Hal ini bisa dibandingkan dengan makhluk lain dalam aspek penciptaanya.
لََََََقَدْﺨَلَْقْـنـَﺎَﺍﻹِْنسََََنَ فِـٮّ ٲَ حْسَـنِِ تَفْـوِ تمِ
“sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dengan
sebaik-baiknya bentuk” (Al-Tiin, 95:4)
b. Aspek
ilmu
Hanya manusia
yang mungkin punya kesempatan memahami lebih jauh hakikat alam semesta
disekilingnya. Pengetahuan hewan terbatas pada nalusi dasar yang tidak bisa
dikembangkan melalui pendidikan dan pengajaran.
وَعَلَّمَﺀَ۱دَمَ
ٱ ﻻََْ سْـمـآ ءَ كٌـلَّھَـﺎ
“dan
dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) keseluruhanya…(Al-Baqoroh, 2:31 )
c. Aspek
kehendak
Manusia
memiliki kehendak yang menyebabkanya bisa mengadakan pilihan-pilihan dalam
hidup. Para malaikat yang mulia tidak akan
pernah menjadi makhluk yang sombong atau maksiat.
اِنَّـا
ھَدَ يـْتَـﮫٌ اٌ لسَّـبِيـلَ إِمـَّﺎشَـﺎ كِـرًﺍ وَإِِ مَّـﺎ كَفُورًﺍ
“sesungguhnya
kami telah menunjukkan (manusia) jalan yang lurus, ada syukur dan ada pula yang
kafar” (Al-Insaan, 76:3)
d. Pengarahan
akhlak
Manusia
adalah makhluk yang dapat dibentuk akhlakanya. Ada manusia yang sebelumnya baik-baik tetapi
karena pengaruh lingkungan talenta dapat menjadi seorang penjahat. Demikian
pula sebaliknya.
·
TUJUAN PENCIPTAAN
MANUSIA
Setiap
penciptaan pasti memiliki tujuan. Robot deprogram untuk mematuhi setiap perintah
pembuatnya, begitu juga manusia yang diciptakan untuk beribadah mematuhi setiap
perintah-Nya dan menjahui semua larangan-Nya.
Seperti firman Allah dalam Al-Quran surat Adz Dzaariat ayat
56.
وَمـَﺎﺨَلََقْـتُﺍُلْجِنَّ
وَٱﻹِْ ﻨﺲَ ﺇِﻵَ ﻟِڍـَﻌْﺐۥدۥونِِ
“Dan tidak Ku-ciptakan jin dan manusia melainka untuk menyembah
kepada-Ku.”
Misi penciptaan
manusia adalah untuk penyembahan kepada sang pencipta, Allah SWT. Pengertian
penghambaan kepada Allah tidak boleh diartikan secara sempit dengan hanya
membayangkan aspek ritual yang tercermin dalam sholat saja. Penyembahan berarti
ketundukan manusia kepada hukum-hukum Allah dalam menjalankan kehidupan di muka
bumi ini, baik yang menyangkut hubungan vertical maupun horizontal.
Penyembahan
manusia kepada Allah lebih mencerminkan kebutuhan manusia terhadap terwujudnya
sebuah kehidupan dengan tatanan yang baik dan adil. Oleh karena itu penyembahan
tersebut harus dilakukan secara sukarela tanpa paksaan, hanya karena Allah
(penyembahan yang sempurna dari seorang manusia akan menjadikan dirinya sebagai
khalifah di muka bumi). Keseimbangan alam dapat terjaga dengan hukum-hukum alam
yang kokoh. Keseimbangan pada kehidupan manusia dapat terjaga dengan tegaknya
hukum. Hukum kemanusiaan yang telah Allah tekankan. Kekacauan kehidupan manusia
tidak sekedar akan menghancurkan tatanan kehidupan kemanusiaan mereka sendiri,
tetapi juga dapat menghancurkan bagian-bagian alam semesta yang lain.
وَمـَآٲَرْسَـلـْنـٰكَ
ٳِﻻﱠرَﺤْﻤَﺔً ﻠِّﻠﻌَـٰﻠﻤِﻴﻥَ
“Dan tidaklah kami mengutus kamu melainkan untuk menjadikan
rahmat bagi semesta alam” (Al-Anbiya 107)
Maka jalaslah
kesatuan manusia dan alam semesta ini dapat terjaga dengan baik jika manusia
dapat menjalankan fungsi kekhalifahannya dimuka bumi ini. Manusia dibekali akal
selain naluri yang membedakan dengan hewan. Dan akal pula yang sering kali
membuat manusia memiliki agenda sendiri ketika melakukan penciptaan, bahkan tak
jarang bertentangan dengan misi penciptaan dirinya. Islam merupakan sistem
hidup yang tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Apa yang kita
lakukan di dunia menjadi rujukan dimana kelak Allah SWT akan menempatkan kita,
surge atau neraka. Para seniman, budayawan muslim, serta para ulama yang
dimotori oleh Djamaludin Malik menyatakan, bahwa yang disebut dengan
kebudayaan, kesenian Islam ialah manivestasi dari rasa, cipta dan karsa manusia
muslim dalam mengabdi kepada Allah untuk kehidupan umat manusia.
Manusia sebagai
mahkluk ciptaan Allah memiliki kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Sastra
juga dapat dipandang sebagai bentuk komunikasi antar manusia dengan manusia,
dan manusia dengan sang pencipta. Komunikasi merupakan proses yang dilakukan
suatu system untuk mempengaruhi sistem yang lain melalui pengaturan
sinyal-sinyal disampaikan. Memperoleh nilai dan menggerakkan tindakan adalah
tujuan akhir dari seni sastra. Seperti apa karya yang baik itu? Karya yang baik
adalah karya yang mampu menggerakkan orang untuk melakukan perubahan menuju
arah kebaikan. Pemahaman ini sejalan dengan tujuan pencipta manusia sebagai
khalifah di muka bumi (Joni Ariadinata, aku bisa nulis cerpen, hal.34). Albert
camus dalam bukunya Mite Sisifus mengatakan bahwa sastra tidak boleh memihak
apapun, kecuali dirinya sendiri. Pernyataan ini jelas bertentangan sekali
dengan apa yang disampaikan Seno Gumiro Ajidaima dalam esainya kehidupan sastra
dalam pikiran yang mengatakan, ketika jurnalisme dibungkam, sastra harus bicara.
Karena jika jurnalisme bicara dengan fakta, sastra bicara dengan kebenaran.
Sastra tentu saja harus berfihak pada kebenaran dan keadilan, pada nilai-nilai
Islam tanpa harus kehilangan nilai estetikanya (Helfi Tiana, 2001)
Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada para malaikat “sesungguhnya Aku hendak menciptakan
khalifah di muka bumi ini”. Mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi
ini itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,
padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?.
Tuhan berfirman “ sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”
(Al-Baqoroh 130). Manusia diciptakan akan Allah untuk menjadi khalifah di muka
bumi ini. Manusia bertugas menyuburkan bumi dengan menjalankan syariat. Untuk
menjalankan tugasnya, manusia dilengkapi dengan perangakat yang sempurna.
Perngakat itu dianugerahkan Allah secara bertahap, agar menusia dapat memiliki
waktu untuk mengembangaka potensi itu.
Pada saat lahir
manusia, belum bisa melihat dan juga berbahasa seperti sekarang. Mereka baru
bisa mendengar. Setelah itu diberikanlah penglihatan, kemudian ia mengembangkan
organ-oragan geraknya agar dapat berdiri dan berjalan, ia mendapatkan informasi
berupa suara, warna, rasa, bau dan tekstur, mulailah memiliki kemampuan
berbahasa. Dia mulai dapat mempelajari hidup. Aqalnya semakin berkembang. Saat
akalnya berkembang inilah seharusnya manusia diajarkan tentang Allah dan
syariat yang dibebankan padanya. Sebab pada masa ini, nafsu dan emosi manusia
belum sempurna, sehingga akal masih mendominasi fikiranya. Akal adalah elemen
hati yang patuh kepada Allah. Emosi dan keinginannya belum sempurna. Dia baru
memiliki keinginan makan, minum, perasaan sayang yang tulus, perasaan marah,
sedih, senang,dsb. Jika pada masa ini manusia diberi informasi dan pelatihan
yang cukup tentang Allah, syariat, akhlak mulia, tugas manusia, insya Allah
manusia tersebut akan mudah menjalankan tugas-tugasnya sebagai khalifah di muka
bumi ini. Maka sangat penting nuntuk mengembangkan akal secara maksimal pada
tahap-tahap awal.
Setelah
kedewasaan akal dan emosi berkembang, mulailah nafsu dan tubuhnya mulai menjadi
sempurna. Ia mulai memahami dan mengalami apa yang disebut syahwat terhadap
lawan jenis. Mulai saat itulah ia harus berdiri menjalankan tugasnya sebagai
khalifah. Tetapi ada satu hal yang mungkin dilupakan manusia, yaitu kedewasaan
ruh. Dan ternyata tidak semua manusia berkembang dengan pesat diwaktu dini
dalam hal ini. Mungkin hanya ruh pada nabi dan rosul saja yang berkembang
pesat. Ruhnya disaan masih bayi. Sedangkan yang lain berumur tujuh tahun
barulah berkembang pesat dan ada pula yang ruhnya malah makin kedil tidak
berkembang. Ruh inilah yang didalamnya terdapat potensi pengenalan kepada Allah
yang telah menciptakan segalanya. Ruh inilah yang akan mencintai Allah. Dan
itulah tujuan manusia diciptakan agar mengenal Allah. Dengan mengenal Allah, ibadah
dan perjalanan kita tidak salah alamat, dengan syariat Allah, ibadah dan
perjalanan kita tidak salah cara.
Allah mengajarkan
manusia untuk menyembahNya agar manusia tidak menyembah selain-Nya. Sebab
nenyembah dan mencintai yang selain Dia akan menyebabkan manusia menjadi resah
gelisah dan gundah gulana.
Seharusnya kita
sadar bahwa kita hanyalah kta hanya suatu ciptaan. Allah menciptakan kita bukan
sekedar iseng. Allah menciptakan kita untuk suatu yang besar,untuk menjadi
khalifah di bumi. Tetapi kita sering melipakan Allah disebabkan kta terlalu
asyik dengan pekerjaan kita. Dan tidaklah kita ciptakan langit dan bumi dan
segalanya yang ada diantara keduanya dengan bermain-main (QS. Al-Anbia’: 16).
Maka biarlah mereka tenggelam (dalam kesesatan) dan bermain-main sampai mereka
menemui hari yang dijanjikan kepada mereka (Az-Zukhruf: 83). Sesunggunya kami
telah mengemukakan amanat pada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya
enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan
dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesunguhnya manusia itu amat dzalim dan
amat bodoh (QS. Al-Absab:72).
II.
KESIMPULAN
Ditegaskan dalam
Al-quran surat
adz-dzariad: 56
وَمـَﺎﺨَلََقْـتُﺍُلْجِنَّ
وَٱﻹِْ ﻨﺲَ ﺇِﻵَ ﻟِڍـَﻌْﺐۥدۥونِِ
“dan aku tidak
menciptakan jin dan manusia supaya mereka menyebah kepada-Ku
ۄَٳِدَقََََََنَلَََََََرﺐُﻚَﻠِﻠََََْﻌٮٲٰﮒﺔِﺇنِِّٮﺠَـاِﻋِلۥﻔِـﮟفِٮۢ۱ۢۢۢۢﻻﺭِْضﺨَلـِيـﻔََﮫًۖ
فـَﺎلُوٓاْأَﺨَﺑْﻌَلُ ﻔِﻴﮭَﺎ ﻤَﻥ ﻴﻔْسِِدۥ
ﻔِﻴﮭَﺎ وَ ﻴَـﺴْﻔِﻚۥ ﭐﻟﺪِّ ﻤَﺂ ﺀَ وَ ﻨَﺤْﻦُ ﻨُﺴَﺑِّـحُ نِڪَـﻤْﺪِ وَﺑُﻘَََﺪِّﺱُﻟَﻚَۖ ﻘَََـﺎ لَ إِ نّیِ ٲَﻋْلَمُ مـَﺎ ﻻَ
ﺗَﻌـْﻠَﻤُوَنَ (٣٠)
Ingatlah ketika
Tuhanmu berfirman kepada malaikat “sesunguhnya aku hendak menjadika khalifah di
muka bumi”. Mereka berkata: “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di
bumi ini orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal
kami senantiasa bertasbis dengan memuji Engkau dan mensucikan Engaku?”. Tuhan
berfirman “sesungguhnya Aku mengtahui apa yang tidak kamu ketahui”.
Dari dua ayat
diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan diciptakannya manusia (dari sisi manusia)
adalah untuk mengabdi kepada Allah dan emnjadi khalifah di muka bumi.
III.
PENDAPAT SENDIRI
Dari kesimpulan
tersebut, saya akan sedikit menambahka tujuan diciptakanya manusia. Di
kesimpulan tadi, dijelaskan bahwa tujuan diciptakannya manusia (dari sisi
manusia) adalah untuk mengabdi kepada Allah dan menjadi khalifah di muka bumi
ini. Lalu bagaimana tujuan penciptaan manusia dari persepsi Allah?. Kita tidak
boleh mengira-ngira, tapi dalam hal ini saya mencoba menjelaskan berdasarkan
firman Allah surat
Thoha ayat 14
ٳِنَّـﻨِـيْ
اَ ﻨَـﺎ اﷲۥ ﻻَٓﺇِِِﻠـﮫۥﺇِﻻّ اَﻨَـﺎْﻔَـﺎﻋْﺒۥدْﺒِﻰوَأََﻘِﻢِٱﻠﺼﱠﻠَﯛﺓََﻠِﺫِﻜْرِىٓ﴿١٤﴾
“sesungguhnya
aku ini adalah Allah tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku
dan dirikanlah sholat untuk mengingat Aku”.
Dan berdasarka
ayat diatas saya tambahkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah agar
Allah dikenal oleh mahkluknya. Benar bahwa Allah sudah agung tanpa atau dengan
penciptaan manusia, tapi tujuan akhir manusia itu sendiri adalah kesempurnaan
manusia. Kesempurnaan manusia bisa dicapai dengan taqwa dan beribadah kepada
Allah SWT.
DAFTAR PUSTAKA
·
Azra, Azyumrdi, dkk.
2002. Pendidikan agama islam untuk perguruan tinggi umum. Jakarta : depag.
·
Muhayati, Siti, dkk.
2009. Pendidikan agama islam diperguruan tinggi. Madiun
·
www.google.co.id/m?q=tujuan+penciptaan
+manusia
- al Quran